Tugas Kasus Akuntansi Internasional: 1

Nama: Yogi Pariama
NPM: 21207196
Kelas: 4 EB 11
Kel: Rusia
Anggota : Alviyan.C, Charerik.M, Francis.G, Yogi.P

Dugaan Kasus Penggelapan Pajak PT Asian Agri Group (AAG): Cermin Rendahnya Perlindungan Saksi di Indonesia
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah satu induk usaha terbesar kedua di Grup Raja Garuda Mas, perusahaan milik Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes, pada tahun 2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan mencapai US$ 2,8 miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di antaranya: Asia Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL), Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil & Gas.
Secara khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di Indonesia, Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah – selain tiga pabrik minyak goreng.
Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis Singapura senilai US$ 3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu menjabat sebagai group financial controller di PT AAG – yang mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent ini terendus oleh perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkan diancam akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi jalinan komunikasi antara Vincent dan wartawan Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal 11 Desember 2006 ia menyerahkan diri ke Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu, pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengaja datang ke KPK untuk membeberkan permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapi dengan sejumlah dokumen keuangan dan data digital.
Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales)”, disusun pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapan transfer pricing PT AAG secara terperinci. Modusnya dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah (Crude Palm Oil) keluaran PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah harga pasar – untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan. Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.
Pembeberan Vincent ini kemudian ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke Direktorat Pajak – karena memang permasalahan PT AAG tersebut terkait erat dengan perpajakan.
Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, Darmin Nasution, kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik dan intelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan serangkaian penyelidikan – termasuk penggeladahan terhadap kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.
Berdasarkan hasil penyelidikan tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62 triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Akibat dari ini, negara diperkirakan mengalami kerugian pajak penghasilan sebesar Rp 786,3 miliar (Tempo, Edisi 13/21-27 Mei 2007).
Dari rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah ditetapkan 8 orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN, EL, LBH, dan SL. Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan HAM juga telah mencekal 8 orang tersangka tersebut.

***
Terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh PT AAG tidak terlepas dari pemberitaan investigatif Tempo – baik koran maupun majalah – dan pengungkapan dari Vincent. Dalam konteks pengungkapan suatu perkara, apalagi perkara tersebut tergolong perkara kakap, mustinya dua pihak ini mendapat perlindungan sebagai whistle blower. Kenyataannya, dua pihak ini di-blaming.
Alih-alih memberikan perlindungan, aparat penegak hukum malah mencoba mempidanakan tindakan para whistle blower ini. Vincent didakwa dengan pasal-pasal tentang pencucian uang – karena memang dia, bersama rekannya, sempat mencoba mencairkan uang PT AAG. Bahkan Vincent telah divonis dan dihukum 11 tahun penjara. Sementara itu, pesan pendek (SMS) Metta Dharmasaputra – wartawan Tempo – disadap aparat penegak hukum, print-out-nya beredar di kalangan pers. Pemberitaan investigatif Metta Dharmasaputra dan komunikasinya dengan Vincent sempat menjadi urusan Dewan Pers, bahkan nyaris diproses secara pidana.
Selain itu, pemberitaan Tempo juga di-blaming melalui riset di bidang komunikasi publik oleh dosen Fisipol UGM atas pesanan PT AAG – yang menyatakan bahwa pemberitaan-pemberitaan seputar kasus penggelapan pajak tersebut tidak mencari solusi yang komprehensif. Sedangkan P3-ISIP UI – yang melakukan riset serupa atas pesanan PT AAG – menyimpulkan bahwa pers (pemberitaan Tempo) cenderung melakukan bias dan keberpihakan yang secara etis patut direnungi. Bisa jadi hasil-hasil riset tersebut sebagai legitimasi untuk memperkarakan Tempo.
Apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut sebenarnya merupakan cermin buram bagi perlindungan saksi di Indonesia selama ini. Kejadian ini bukanlah yang pertama dialami para pengungkap fakta. Tetapi kejadian berulang yang tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi kejahatan yang sesungguhnya. Para pengungkap fakta semacam ini sering mengalami berbagai bentuk kekerasan – intimidasi dan teror, bahkan diperkarakan secara hukum – baik perdata maupun pidana. Lihat saja misalnya Kasus Udin, kasus Endin Wahyudi, Kasus Ny Maria Leonita, Kasus Romo Frans Amanue, dan banyak lagi.
Jangan sampai apa yang dialami Vincent dan Tempo tersebut menjadi alat untuk membungkam pengungkapan kasus yang sesungguhnya, dalam hal ini dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG.

  • 02 Mei 2011

Penggelapan
Menyedot Duit Kuda Laut

Pertemuan itu terjadi pada Oktober 2009 di sebuah pasar swalayan kawasan Jakarta Selatan. Richard Latief, sebagai pengundang, mempertemukan Santun Nainggolan dengan Itman Harry Basuki serta Ivan C.H. Litha. Richard menawarkan kerja sama kepada mereka bertiga. Tak butuh waktu lama, mereka bersalaman. "Mereka sepakat bekerja sama," kata Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Metro Jaya Komisaris Besar Baharudin Djafar.
Ivan adalah komisaris sekaligus pemilik sebagian saham dua perusahaan investasi, yaitu PT Discovery Indonesia dan PT Harvestindo Asset Management. Richard terkenal sebagai makelar bisnis. Ivan sebelumnya pernah curhat kepada Richard. Dia mencari orang tajir agar duitnya bisa ia kelola lewat investasi. Dia juga butuh duit untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan investasinya, yang saat itu semakin lesu.
Richard lalu mengajak Santun, yang ia kenal lewat pergaulan di dunia bisnis. Santun menjabat Direktur Keuangan PT Elnusa Tbk. Elnusa adalah anak perusahaan Pertamina yang berbisnis di jasa pengeboran minyak-gas dan konstruksi. Elnusa punya banyak duit. Ada sekitar Rp 161 miliar kas cadangan mereka yang tersimpan di Bank Mega. Karena sifatnya cadangan, duit ini sering tak digubris perusahaan. Richard mengajak Santun "memanfaatkan" duit itu.
Tapi ada satu masalah. Uang cadangan itu tak mungkin keluar tanpa tanda tangan bos Elnusa. Mereka lalu berkongsi dengan Itman, yang menjabat Kepala Cabang Bank Mega KCP Jababeka di Bekasi. Santun pun kemudian semakin yakin dengan rencana ini. "Dia mempersilakan mereka yang mengatur cara pencairan uang itu," kata Kepala Satuan Fiskal, Moneter, dan Devisa Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Aris Munandar.
Bagaimana caranya? Richard, yang disebut polisi sebagai otak komplotan ini, meminta Ivan merekrut orang baru. Mereka lalu mengajak Andi Gunawan, salah seorang direktur di PT Discovery. Kemudian ada TZS alias Zulham, anggota staf kolektor di PT Harvest. Zulham punya keahlian meniru tanda tangan orang lain. Keahlian ini dibutuhkan untuk meniru tanda tangan Eteng Ahmad Salam, bos Elnusa saat itu. "Dia yang memalsukan semua tanda tangan," kata Aris.
Kini keenam orang itu menghuni ruang tahanan Reserse Polda Metro Jaya. Mereka dituduh menggelapkan uang di rekening Elnusa sebesar Rp 111 miliar. Kalau mau, uang cadangan di rekening resmi Elnusa di Bank Mega habis mereka sedot (lihat infografis). Tapi para tersangka sempat mentransfer kembali Rp 50 miliar ke rekening Elnusa. Mereka merasa aksinya sudah ketahuan. Sekitar 80 persen uang sedotan, menurut polisi, ditransfer ke rekening PT Harvest dan Discovery. "Sisanya mereka bagi-bagi," kata Baharudin.
l l l
Awalnya, polisi mengendus ada yang tak beres dalam transaksi PT Elnusa Tbk sebulan lalu. Baharudin menyebutkan, sejak tahun lalu, ada delapan kasus perbankan bernilai ratusan miliar rupiah yang terungkap. Sumber Tempo menyatakan pengungkapan kasus Elnusa ini bermula dari data yang disetor Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ke polisi.
Penyidik kemudian mendatangi Elnusa, meminta konfirmasi perihal penggunaan dana cadangan itu. Pemimpin perusahaan yang awalnya bernama PT Elektronik Nusantara itu malah kaget. Mereka mengaku tak pernah mengotak-atik uang tersebut. Elnusa kemudian memeriksa rekening uang itu, ternyata sudah kosong. "Kami tidak pernah mencairkan deposito itu," kata Direktur Utama PT Elnusa saat ini, Suharyanto.
Penyidik bergerak cepat. Mereka menginterogasi Itman, si kepala cabang, Selasa dua pekan lalu. Pada hari yang sama, penyidik kemudian menjemput Richard, Ivan, Santun, Gunawan, dan Zulham. Keenam orang ini digiring ke Polda. Satu malam mereka diperiksa maraton oleh penyidik. Keesokan harinya, mereka langsung ditahan di ruang tahanan Polda Metro Jaya.
l l l
Perkara ini berbuntut panjang. Elnusa kesal karena bank membiarkan kasus penggelapan ini terjadi. Mereka menganggap pencairan dana deposito itu ilegal. Mereka menggugat sistem dan prosedur Bank Mega karena telah meloloskan surat bank dengan tanda tangan palsu Direktur Utama Elnusa. "Kami ingin uang kami kembali," kata Suharyanto. Bank Mega berkelit. Mereka tidak akan mengganti uang perusahaan berlogo kuda laut itu. "Semua pencairan deposito sudah berjalan dengan normal," kata Direktur Operasional Bank Mega J. Georgino Godong.
Pengacara Itman, Dwi Heri Sulistiawan, mengatakan kliennya tidak membantu tersangka lain mencairkan deposito itu. Perkara tanda tangan palsu, itu di luar kuasa Itman. Kliennya hanya seorang kepala cabang, meski ia mengenal dan pernah bertemu dengan semua tersangka lain. "Tak mungkin dia bertanya, tanda tangan Bapak palsu atau tidak," kata Dwi.
PT Harvest juga ogah bertanggung jawab. "Kami tidak terlibat," kata Direktur Utama PT Harvestindo Asset Management Fresty Hendayani. Ia tidak mau menceritakan detail aliran itu. Sebab, katanya, peristiwa itu terjadi sebelum ia menjabat direktur. Ia juga tidak mau menyebutkan peran Ivan di perusahaan itu karena merasa bukan wewenangnya.
Polisi maju terus dengan memeriksa saksi-saksi lain dari Bank Mega. "Kalau perkara membantah, itu hak semua orang," kata Baharudin. Polisi justru heran mengapa Bank Mega mudah dibobol. Para pelaku hanya bermodal surat dan tanda tangan palsu, cara lama yang kini muncul lagi. "Modus mereka ini sederhana sekali," kata Baharudin.
Mustafa Silalahi, Cornila Desyana, Gustidha Budiartie, Febriana Firdaus

Duit Asli, Rekening Palsu
Para tersangka diduga bahu-membahu menggelapkan duit cadangan PT Elnusa Tbk. Duit itu melenggang dari rekening resmi ke rekening asli tapi palsu (aspal) atas nama PT Elnusa di Bank Mega Cabang Bekasi. Komplotan ini menanam semua duit itu di deposito jangka pendek atau deposit on call. Bunganya dikembalikan ke rekening asli agar tak mudah ketahuan. Total duit yang disedot Rp 161 miliar. Setelah kasus ini terungkap, Bank Mega melansir ada lima transfer yang mengalir ke rekening aspal itu.
Tahap I - 7 September 2009
Rp 50.000.000.000
Milik PT Elnusa Tbk di bank "X" didepositokan ke rekening asli tapi palsu PT Elnusa di Bank Mega Cabang Bekasi Jababeka
Deposito cair:
Rp 50.059.178.082
Ditransfer ke giro aspal PT Elnusa di Bank Mega
lalu ditransfer ke rekening giro PT Discovery Indonesia di Bank Mega dan disebar/didepositokan ke:
    1. Rp 35 miliar ke rekening PT Harvestindo Asset Management
    2. Rp 5 miliar ke rekening giro PT Discovery
    3. Rp 5 miliar ke deposito PT Discovery
    4. Rp 5 miliar mengendap di rekening giro PT Discovery
Tahap II - 29 September 2009
Rp 50.000.000.000
Dari bilyet giro Bank Mega Cabang Menara Batavia milik PT Elnusa ditransfer ke rekening aspal deposito jangka pendek PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 50.046.027.398
Ditransfer ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega dan disebar/didepositokan ke
    1. Rp 35 miliar ditransfer ke rekening giro PT Harvest
    2. Rp 5 miliar ditransfer ke rekening giro PT Discovery
    3. Rp 5 miliar didepositokan atas nama PT Discovery
    4. Rp 5 miliar di rekening giro PT Discovery
Tahap III - 19 November 2009
Rp 40.000.000.000
Milik PT Elnusa di bank "X" ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 40.028.493.150
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro PT Harvest
Tahap IV - 14 April 2010
Rp 11.000.000.000
Duit PT Elnusa ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 11.001.326.027
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega dan disebar ke:
    1. Rp 10 miliar ke rekening giro PT Discovery di bank "X"
    2. Sisanya ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega
Tahap V - 16 Juli 2010
Rp 10.000.000.000
Duit PT Elnusa ditransfer ke rekening deposito aspal PT Elnusa di Bank Mega
Deposito cair:
Rp 10.003.780.822
Ditransfer ke rekening giro aspal PT Elnusa di Bank Mega lalu ditransfer ke rekening giro PT Discovery di Bank Mega kemudian ditransfer ke rekening PT Discovery di bank "Y".

Sumber = http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2011/05/02/KRI/mbm.20110502.KRI136587.id.html

posted under |

0 komentar:

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
such an amazing experience, if only by reading an article on the internet can change the way you live, inspire or at least help provide the information desired. for that reason The Inspiring Blog created

Followers


Recent Comments